MENJADI caleg dan menjadi dukun itu hampir sama. Yaitu, sama-sama mencari pengikut sebanyak-banyaknya untuk bisa memperoleh keuntungan pribadi. Kalau dukun, keuntungan pribadi yang dikejar adalah bisa mendapat uang sebanyak-banyaknya dari orang-orang yang datang untuk minta ’petuah’.
Sedang kalau menjadi caleg, keuntungan yang diburu adalah bisa mendapat dukungan suara sebanyak-banyaknya, agar bisa menjadi anggota dewan. Jika sudah menjadi anggota dewan, maka yang bersangkutan bisa dapat uang secara berkelanjutan, baik lewat gaji maupun lewat berbagai proyek sampingan yang ada di rumah dewan.
”Meski kedudukan antara caleg dengan dukun itu berbeda, tapi hakikat cara kerjanya, ya sama saja. Yaitu, sama-sama cari pengikut untuk bisa memperoleh keuntungan pribadi,” ujar wan Abu ketika menjawab pertanyaan Kang Bejo tentang perbedaan mencolok antara jadi caleg dengan jadi dukun.
Perbedaan lainnya, lanjut wan Abu, hanya soal penyebutan. Yang satu disebut dukun, sedang satunya lagi disebut anggota legislatif. Yang pertama sering dianggap ‘menakutkan’, sedang yang kedua dianggap lebih terhormat.
“Soalnya sederhana saja. Kalau anggota dewan itu kan sering diidentikkan sebagai wakil rakyat. Lewat anggota dewan itulah, aspirasi rakyat bisa diperjuangkan. Sedang dukun, sering diidentikkan sebagai ’musuh’ rakyat. Pasalnya kenapa? Karena, profesi tersebut menyeramkan,” kata wan Abu sembari tertawa lepas.
”Tapi ada satu perbedaan lain yang cukup mencolok dari dua profesi tersebut, yang mungkin sampeyan lupa untuk menyebutkannya, wan Abu,” sahut wan Ali sambil nyeruput teh hangat kesukaannya.
”Apa itu, wan Ali?” tanya wan Abu penasaran.
”Kalau dukun tidak perlu dukungan dari politisi. Sedang politisi, sebelum jadi orang penting di parlemen, biasanya sering membutuhkan dukungan dari para dukun. Terutama politisi yang silau dengan kekuasaan. Karena itu, tak heran jika akhir-akhir ini banyak para politisi yang suka datang ke dukun,” jawab wan Ali.
“Apa sebetulnya yang ingin mereka dapatkan dari para dukun itu, wan Ali?” Kang Bejo memberanikan diri untuk bertanya.
”Yaaa ... mana saya tahu. Coba saja sampeyan tanyakan sendiri kepada para politikus yang suka datang ke para dukun itu. Untuk apa mereka datang ke dukun?” ujar wan Ali.
”Apa mungkin karena para caleg menganggap para dukun itu bisa memberi mereka kedudukan di rumah dewan, ya wan Ali?” kembali Kang Bejo melempar pertanyaan bernada menyelidik itu.
”Yaaa ... mungkin saja seperti itu. Yang jelas, saya sendiri ndak tahu, kenapa mereka bisa berbuat seperti itu. Ya, begitulah watak manusia Kang Bejo kalau sudah kepépét,” tandas wan Ali. (Firman)
Sedang kalau menjadi caleg, keuntungan yang diburu adalah bisa mendapat dukungan suara sebanyak-banyaknya, agar bisa menjadi anggota dewan. Jika sudah menjadi anggota dewan, maka yang bersangkutan bisa dapat uang secara berkelanjutan, baik lewat gaji maupun lewat berbagai proyek sampingan yang ada di rumah dewan.
”Meski kedudukan antara caleg dengan dukun itu berbeda, tapi hakikat cara kerjanya, ya sama saja. Yaitu, sama-sama cari pengikut untuk bisa memperoleh keuntungan pribadi,” ujar wan Abu ketika menjawab pertanyaan Kang Bejo tentang perbedaan mencolok antara jadi caleg dengan jadi dukun.
Perbedaan lainnya, lanjut wan Abu, hanya soal penyebutan. Yang satu disebut dukun, sedang satunya lagi disebut anggota legislatif. Yang pertama sering dianggap ‘menakutkan’, sedang yang kedua dianggap lebih terhormat.
“Soalnya sederhana saja. Kalau anggota dewan itu kan sering diidentikkan sebagai wakil rakyat. Lewat anggota dewan itulah, aspirasi rakyat bisa diperjuangkan. Sedang dukun, sering diidentikkan sebagai ’musuh’ rakyat. Pasalnya kenapa? Karena, profesi tersebut menyeramkan,” kata wan Abu sembari tertawa lepas.
”Tapi ada satu perbedaan lain yang cukup mencolok dari dua profesi tersebut, yang mungkin sampeyan lupa untuk menyebutkannya, wan Abu,” sahut wan Ali sambil nyeruput teh hangat kesukaannya.
”Apa itu, wan Ali?” tanya wan Abu penasaran.
”Kalau dukun tidak perlu dukungan dari politisi. Sedang politisi, sebelum jadi orang penting di parlemen, biasanya sering membutuhkan dukungan dari para dukun. Terutama politisi yang silau dengan kekuasaan. Karena itu, tak heran jika akhir-akhir ini banyak para politisi yang suka datang ke dukun,” jawab wan Ali.
“Apa sebetulnya yang ingin mereka dapatkan dari para dukun itu, wan Ali?” Kang Bejo memberanikan diri untuk bertanya.
”Yaaa ... mana saya tahu. Coba saja sampeyan tanyakan sendiri kepada para politikus yang suka datang ke para dukun itu. Untuk apa mereka datang ke dukun?” ujar wan Ali.
”Apa mungkin karena para caleg menganggap para dukun itu bisa memberi mereka kedudukan di rumah dewan, ya wan Ali?” kembali Kang Bejo melempar pertanyaan bernada menyelidik itu.
”Yaaa ... mungkin saja seperti itu. Yang jelas, saya sendiri ndak tahu, kenapa mereka bisa berbuat seperti itu. Ya, begitulah watak manusia Kang Bejo kalau sudah kepépét,” tandas wan Ali. (Firman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar