Senin, 21 April 2008

Mengenali Ciri-Ciri Penyakit Hati

Mengenali Gejala Adanya Penyakit Hati ( 1 ) :
Kesulitan Mengendalikan Hawa Nafsu

setiap penyakit itu, pasti ada tandanya. Lewat tanda itulah, seorang dokter, misalnya, bisa mengenali dan memutuskan untuk melakukan langkah-langkah diagnosis yang tepat untuk pasiennya. Tanda yang dimaksud adalah ciri-ciri atau gejala awal yang menyertai sebelum munculnya rasa sakit atau rasa tidak enak pada diri si penderita. Termasuk gejala yang dirasakan saat si pasien tengah mengeluhkan rasa sakitnya.
Tindakan dokter memeriksa pasien, baik dengan menggunakan stateskop maupun pemeriksaan darah di laboraturium, misalnya, adalah salah satu cara yang sering ditempuh oleh dokter untuk mengetahui kemungkinan pasien apakah menderita kelainan medis atau tidak. Sedang pengobatan, biasanya hanya akan dilakukan setelah sang dokter mengetahui secara pasti tentang bagaimana hasil rekaman medis si pasien. Apakah perlu dilakukan operasi khusus atau cukup menjalani therapi biasa? Apakah pengobatannya dilakukan lewat injeksi atau cukup dengan mengkonsumsi obat-obatan saja?
Yang paling pokok adalah, sang dokter harus tahu betul apa yang perlu ia lakukan setelah mengetahui hasil rekaman medis si pasien. Begitulah cara dokter dalam menangani pasiennya yang tengah menderita penyakit. Lewat rekaman medis, sang dokter bisa mengenali jenis penyakit dan langkah-langkah medis yang perlu ditempuh. Demikian juga halnya dengan masalah virus penyakit hati.
***
DALAM sebuah kesempatan, Nabi saw pernah bersabda: ”Di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, yang keberadaannya dapat mempengaruhi baik dan buruknya aktivitas manusia. Segumpal daging yang dimaksud itu adalah hati. Jika hati itu baik, maka baiklah perilakunya. Begitu pun sebaliknya, jika hati itu rusak (karena terkena virus penyakit hati), maka jadi rusaklah semua aktivitas ibadahnya di dunia ini.”
Sabda Nabi saw tersebut mengisyaratkan dengan jelas kepada kita, bahwa kita memang perlu hati-hati dalam merawat dan menjaga hati kita sendiri agar tidak terinfeksi oleh virus penyakit hati. Yaitu, perasaan tidak enak yang muncul dalam diri kita sehingga menyebabkan hati kita menjadi terasa tidak tenang, gelisah dan was-was. Perasaan tidak enak itu, munculnya bersifat spontan dan sulit untuk dikenali. Sedang efek yang ditimbulkannya, sangatlah besar.
Apa to ciri-ciri orang yang terkena virus penyakit hati itu? Menurut para musallaf, orang yang hatinya sedang sakit itu, biasanya, sering mengalami kesulitan untuk mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Sebab, hawa nafsunya sangat tidak stabil. Karena itu, si penderita gampang sekali goyah. Hal itu terjadi karena, orang yang hatinya sedang sakit itu, acapkali mengalami kesulitan dalam melihat hakikat dari suatu persoalan atau situasi yang sedang terjadi di hadapannya. Akibatnya, ia mudah sekali terpancing emosi dan larut dalam situasi yang sedang terjadi saat itu. (Firman)

Mengenali Gejala Adanya Penyakit Hati ( 2 ) :
Suka Menolak Jalan Kebenaran

MENOLAK jalan kebenaran serta tidak mau ta’at kepada Allah dan RasulNya, merupakan gejala awal yang sering dialami oleh orang yang terkena efek negatif dari virus penyakit hati. Maklum, virus penyakit satu ini memang selalu menyerang manusia agar menjauh dari jalan Allah, Tuhan Yang Sebenarnya.
Salah satu indikasi kalau seseorang itu sudah terjangkit virus penyakit hati suka menolak jalan kebenaran ini adalah, ia sering merasa ares-aresan (malas alias tidak bersemangat) untuk menegakkan syari’at agama. Misalnya, perintah untuk menegakkan salat dan mendo’akan keselamatan untuk makhluk lain.
Padahal, sebetulnya, jika orang yang sudah kena virus penyakit hati ini mau melawan perasaan ares-aresan untuk menegakkan syari’at agama itu, maka sangat boleh jadi, ia akan berhasil melokalisir penyebaran virus tersebut dalam dirinya. Sebaliknya, jika ia menuruti kemauan dari perasaan ares-aresannya itu, maka virus kemalasan pribadi tersebut akan terus menggerogoti semangat pengabdiannya kepada Allah dan RasulNya.
***
Biasanya, orang yang sudah kena virus penyakit ares-aresan untuk menegakkan syari’at agama ini, tidak sadar kalau dirinya telah terkontaminasi oleh virus yang akan membahayakan iman-Islamnya itu. Celakanya lagi, jika perasaan malas itu telah berkolaborasi dengan hawa nafsu yang memang tak pernah mau berhenti menyeret ’tuannya’ untuk tidak mau tunduk pada kehendak Allah SWT.
Akibatnya, tak pelak lagi, si penderita pun makin merasa enggan untuk mendengar dan memperhatikan rambu-rambu syari’at yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya. Apalagi jika dibarengi dengan pemikiran yang salah tentang pemahaman mengenai tujuan dari menegakkan syari’at agama, maka si penderita pun jadi gampang sekali tergoda untuk nerabas syari’at Kanjeng Nabi.
Lantaran itulah, dalam surat At-Taubah ayat 125, Allah Azza wa Jalla berfirman: ”Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu, bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.”
Dari surat At-Taubah ayat 125 itu, dapatlah kita pahami, bahwa aslinya, orang yang di hatinya ada penyakit hati itu, kalau diberi peringatan tentang syari’at agama, ia cenderung selalu menolak. Meski akalnya membenarkan dan dapat memahami maksud dari perintah agamanya, tapi nafsunya tetap saja mengajaknya untuk menolak perintah tersebut. (Firman)


Mengenali Gejala Adanya Penyakit Hati ( 3 ) :
Tidak Mau Mengambil Pelajaran

VIRUS penyakit hati, gampang sekali tumbuh-subur dalam diri manusia. Terutama ketika ia sedang dihadapkan dengan masalah atau ujian. Semakin besar masalah yang datang, maka semakin besar pula virus tersebut tumbuh di dalam hati dan pikiran orang-orang yang sedang diuji dengan masalah tersebut.
Memang, seperti itulah watak virus penyakit hati. Ia selalu memanfaatkan berbagai kesempatan dan keadaan yang dihadapi manusia, untuk melebarkan sayap pengaruhnya. Tujuannya tidak lain adalah, untuk menjauhkan manusia dari jalan Allah.
Untuk kepentingan itu, kata para salafus shalih, virus penyakit hati biasanya suka menggandeng hawa nafsu manusia sebagai mitra utamanya. Hawa nafsu dipilih sebagai mitra oleh virus penyakit hati, ujar ahlul kasyaf, karena hawa nafsu terbukti sangat ’pintar’ dalam mengelabuhi dan memprovokasi manusia.
Apa yang semula dilarang oleh syari’at, oleh hawa nafsu, bisa ’disulapnya’ menjadi perbuatan yang samar-samar atau malah halal untuk dilakukan. Begitu juga sebaliknya. Apa yang dianjurkan oleh syari’at, malah diprovokasi oleh hawa nafsu agar dicuekin atau dijauhi oleh manusia.
Karena itu, kata ahlul kasyaf, tak heran jika banyak manusia yang sering pendek akal, putus asa dan suka mencari jalan pintas, ketika ia sedang dihadapkan dengan berbagai masalah atau ujian dalam hidupnya. Sayangnya, manusia tidak tahu kalau dirinya saat itu sedang diprovokasi oleh hawa nafsu dan virus penyakit hati.
***
Menurut para salafus shalih, aslinya, masalah yang ’dihadiahkan’ Allah untuk manusia itu, pada dasarnya adalah alat atau sarana untuk menuntun keyakinan manusia agar kembali ke jalan yang lurus. Sebab, lewat masalah itu, sesungguhnya manusia dituntun oleh Allah untuk ingat kembali kepadaNya.
Termasuk untuk ingat ke mana sebaik-baik tempat baginya untuk mengadu dan meminta pertolongan. Bukan malah sebaliknya. Setiap kali ada masalah, malah lari minta pertolongan pada makhluk.
Untuk maksud agar manusia kembali ke jalan yang benar itulah, ujar salafus shalih, maka Allah Azza wa Jalla ’menghujani’ manusia dengan berbagai masalah. Tujuannya tidak lain adalah, agar manusia bisa belajar dari berbagai masalah yang muncul tersebut. Termasuk belajar tentang bagaimana cara menyelesaikan masalah yang muncul itu dengan syari’at Kanjeng Nabi saw.
Karena itu, dalam sebuah hadis Qudsi yang bersumber dari Abu Umamah r.a. dan diriwayatkan oleh Thabarani ra, Allah Ta’aala berfirman kepada malaikatNya: “Pergilah kepada hambaKu. Lalu, timpakanlah bermacam-macam ujian kepadanya, karena Aku mau mendengar suaranya”
Jika memperhatikan isi hadis Qudsi tersebut, jelas sekali bagaimana sikap Allah ‘Azza wa Jalla terhadap hamba-hambaNya. Dia tidak akan pernah berhenti untuk mengutus para malaikatNya agar menimpakan berbagai macam ujian untuk manusia. (Firman)

Mengenali Gejala Adanya Penyakit Hati ( 4 – Habis ) :
Berdusta Pada Allah dan RasulNya

PADA umumnya, orang yang hatinya sedang diliputi oleh virus penyakit hati itu, tidak tahu kalau dirinya sedang sakit. Sebab, virus penyakit hati itu pergerakannya tidak nampak. Ia bersifat sangat tersembunyi (latent). Hanya orang-orang yang telah mendapat ’amanah khusus’ dari Allah sajalah yang bisa mengetahui apakah di dalam diri seseorang itu ada virus penyakit hatinya atau tidak.
Yang jelas, menurut kaum ma’rifat billah, orang-orang yang terkena pengaruh virus penyakit hati itu, biasanya, senang sekali menutup-nutupi pelanggaran syari’at yang telah ia lakukan. Hal itu ia tempuh, karena ia ingin tetap dianggap dan dipandang sebagai orang yang bersih. Padahal, di hadapan Allah ia sebetulnya kotor.
Begitulah cara-cara virus penyakit hati dalam ’memprovokasi’ hawa nafsu manusia. Virus penyakit hati berhasil mengalihkan pentingnya bersikap jujur di hadapan Allah menjadi sebuah kebohongan yang tersistemik. Virus itu juga berhasil menggandeng hawa nafsu untuk menyuruh ’tuannya’ agar lebih mementingkan penampilan --- meski harus berbohong --- di hadapan makhluk. Tujuannya adalah untuk menjaga image agar dianggap dan dipandang sebagai orang bersih, suci dan alim.
Padahal, kalau saja orang yang telah terjangkiti virus penyakit hati itu sadar, bahwa berbohong di hadapan makhluk itu, aslinya, sama saja telah berbohong di hadapan Allah, Zat yang telah menciptakan semua makhluk, maka tentulah ia tidak akan mungkin mau untuk melakukannya.
***
ASLINYA, kata salafus shalih, kalau semua manusia itu kembali ke hati nuraninya yang paling dalam, tentulah mereka tidak akan mau menjalani lakon kebohongan dalam hidupnya. Apalagi Allah telah berfirman di Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 10:
”Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”
Tapi, lanjut salafus shalih, karena ’pintarnya’ virus penyakit hati dalam mengelabuhi hawa nafsu manusia, maka manusia pun akhirnya semakin tidak kenal dengan ’sesuatu’ yang telah menjadi penyebab utama sehingga ia bisa mempengaruhi hawa nafsu untuk ’tunduk’ dan ’patuh’ pada kehendak virus penyakit hati tersebut. Karena itulah, tukas salafus shalih, Allah dan RasulNya selalu mengingatkan manusia agar jangan memperturutkan hawa nafsunya.
Sebabnya kenapa? Karena, tunduk dan patuh pada kehendak hawa nafsu itu, sama artinya kita telah berbuat dusta pada Allah dan RasulNya. Sedang dusta pada Allah dan RasulNya itu sendiri, adalah penyakit hati yang harus kita hindari. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 1 ) :
Tidak Terima Dengan Keadaan

MENGENALI tanda-tanda atau gejala awal adanya penyakit hati di dalam diri kita sendiri, sangatlah penting. Sebab, lewat tanda atau gejala awal itu, kita bisa segera melakukan tindakan pencegahan secara dini. Syukur, misalnya, kita bisa menghindari agar tidak bersinggungan secara langsung dengan virus yang dapat membuat hati menjadi terkontaminasi itu.
Terkait dengan hal itulah, ada beberapa ciri yang bisa kita kenali dan kita cermati dari tanda-tanda adanya penyakit hati di dalam diri kita. Diantaranya adalah, muncul perasaan tidak terima dengan keadaan. Virus satu ini, merupakan virus penyakit hati yang paling dominan.
Virus tidak terima dengan keadaan itu muncul ketika si penderita tengah diselimuti oleh perasaan tidak puas dengan apa yang diharapkannya. Perasaan tidak puas itulah yang kemudian mendorongnya untuk melakukan ‘penolakan’ atau tidak terima --- baik secara lahir maupun batin --- terhadap fakta-fakta yang telah mewujud di hadapannya. Adanya perasaan tidak puas itulah, tanda yang gampang dikenali tentang apakah dalam diri kita ada virus penyakit hatinya atau tidak.
***
Orang yang sering dihinggapi virus tidak terima dengan keadaan ini, biasanya adalah orang-orang yang dalam hidupnya selalu mengandalkan akal pikiran melebihi dari batas kewajarannya. Termasuk orang yang hidup dan kehidupannya laksana sebuah mesin. Tipe orang yang demikian itu, biasanya, sangat terikat dengan keadaan-keadaan khusus, yang tanpa itu, bisa membuat produktivitas kerja dan hidupnya menjadi terganggu.
Karena itu, ketika aktivitas kerja dan hidupnya sudah berjalan sesuai dengan rencana --- tapi hasilnya ternyata tidak sesuai dengan harapan --- maka orang yang demikian itu, gampang sekali dihinggapi oleh virus penyakit hati yang bernama tidak terima dengan keadaan. Apalagi, misalnya, sebelum kejadian itu, ia sudah punya satu rekaman contoh pola kerja dengan hasil yang gemilang, maka kegagalannya saat itu, sangat boleh jadi, akan ia rasakan sebagai siksaan yang sangat menyakitkan.
Rasa sakit itulah, yang kelak akan menjadi penyebab utama sehingga si penderita tak mau menerima kenyataan yang ada di hadapannya. Ujung-ujungnya, ia akan menisbatkan sebab kesalahan atau kegagalannya saat itu pada orang lain. Atau malah ’menuduh’ Allah sebagai penyebab kegagalannya. Na’udzibillahi min dzalik. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 2 ) :
Suka Mengadili Kesalahan Orang Lain

SUKA mengadili kesalahan orang lain, merupakan virus penyakit hati yang sering dialami oleh kebanyakan manusia. Tidak peduli apakah ia adalah seorang laki-perempuan, tua-muda, besar-kecil maupun kaya-miskin.
Virus penyakit hati suka mengadili kesalahan orang lain ini, muncul karena si penderita seringkali tidak kuasa dalam mengendalikan tarikan hawa nafsunya sendiri yang acapkali membisikkan bujukan dalam pikirannya untuk merasa benar dan merasa istimewa. Akibatnya, ketika virus tersebut menggeliat di dalam hatinya, si penderita kemudian menjadi gampang gelap mata.
Ujung-ujungnya, ketika ia melihat ada sesuatu yang dirasakan tidak cocok dengan harapannya, maka virus itu biasanya langsung mencari-cari sumber kesalahan yang menjadi biangkeroknya. Dan celakanya lagi, sang virus ternyata bukan mengajak ’tuannya’ untuk melakukan instrospeksi diri. Melainkan, malah sebaliknya, menyeretnya untuk melihat sumber kesalahan itu pada orang lain.
***
PADA dasarnya, virus penyakit hati suka mengadili kesalahan orang lain ini, merupakan salah satu trik dari hawa nafsu untuk mengalihkan perhatian ’tuannya’ agar tidak fokus pada perjalanan ruhani dirinya sendiri. Artinya, nafsu negatif yang ada di dalam diri si penderita itu, sengaja menempuh cara tersebut dengan maksud untuk menutup-nutupi kesalahan yang ada di dalam diri ’tuannya’ sendiri.
Sehingga, dengan demikian, si penderita pun akhirnya jadi ‘sibuk’ untuk memperhatikan masalah orang lain daripada masalah dirinya sendiri. Buntutnya, si penderita akhirnya tidak akan pernah bisa melihat, bahwa sebetulnya, sangat boleh jadi, sumber kesalahan tersebut, justru ada di dalam dirinya. Apalagi dalam surat Yunus ayat 44, Allah Azza wa Jalla telah berfirman: “Sesungguhnya, Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.”
Menilik firman Allah tersebut, jelaslah sudah, bahwa mengadili kesalahan orang lain itu merupakan pelanggaran syari’at. Oleh karena itulah, Rasulullah saw pernah berpesan kepada para sahabat: ”Orang mukmin yang beruntung itu adalah mereka yang selalu sibuk mencari kesalahan dirinya sendiri dan selalu menutup aib orang lain.”
Atau dalam hadis yang lain dikatakan: ”Seorang yang sempurna akal ialah yang mengoreksi dirinya, dan bersedia amal sebagai bekal untuk mati. Dan orang yang rendah yaitu yang selalu menurutkan hawa nafsunya, di samping mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah.” (HR. Attirmidzy ra). Mudah-mudahan kita termasuk hamba yang sempurna dalam akal dan dijauhkan dari angan-angan. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 3 ) :
Suka Mengeluh dan Mengecam Nasib

TANDA seseorang telah terkena infeksi virus penyakit hati adalah, ia suka mengeluh dan suka mengecam nasib. Suka mengeluh, kaitannya dengan sikap hati ketika menghadapi datangnya masalah atau musibah pada dirinya. Sedang mengecam nasib, berkaitan dengan sikap pikirannya ketika melihat belum adanya perubahan secara fisik, meski telah berupaya secara maksimal untuk keluar dari masalah yang sedang dihadapinya.
Penyakit hati suka mengeluh dan mengecam nasib ini, menurut para ahlul kasyaf, lahir karena si penderita belum kuat untuk bersikap netral dan tidak siap untuk menerima kemungkinan terburuk dari berbagai peristiwa yang bakal muncul dalam perjalanan hidupnya. Akibatnya, si penderita jadi lupa untuk bersyukur dan lupa pada Zat yang memberi masalah atau ujian tersebut.
Menurut ahlul kasyaf, hal itu terjadi karena sang nafsu telah ’menguasai’ hati dan pikiran si penderita, sehingga yang diingat hanyalah mengenai masalahnya dan efek dari masalahnya itu sendiri. Akibatnya, si penderita akhirnya tidak sempat memikirkan tentang mengapa Tuhan Yang Sebenarnya memberi dia masalah seperti itu?
***
DALAM al-Qur’an surat Al-Ma’aarij ayat 19-21, Allah telah berfirman: ”Sesungguhnya, manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir.”
Firman Allah tersebut menunjukkan dengan tegas tentang bagaimana kondisi aslinya manusia. Tujuan Allah memberitahu manusia lewat firmanNya itu tidak lain adalah, agar manusia segera menyadari tentang di mana letak kelemahannya. Terutama ketika ia telah ‘dihujani’ Allah dengan berbagai musibah atau ujian. Tapi nyatanya, banyak manusia yang tidak mengindahkannya.
Karena itu, tak heran, ketika musibah atau ujian itu datang menghampirinya, manusia langsung berkeluh-kesah dan nglokro. Padahal, dalam hadis Qudsi, Allah telah berfirman:
”Apabila telah Kubebankan kemalangan (bencana) kepada salah seorang hambaKu pada badannya, hartanya, atau anaknya, kemudian ia menerimanya dengan sabar yang sempurna, maka Aku merasa enggan untuk menegakkan timbangan baginya pada hari kiamat, atau membukakan buku catatan amalannya baginya.” (HQR. Al-Qudla’i, ad-Dailami dan al-Hakimut-Turmudzi dari Anas ra)
Terkait dengan masalah itulah, jika ternyata tanda-tanda virus penyakit hati suka berkeluh-kesah dan mengecam nasib itu ada pada diri Anda, maka segeralah ditobati dan mintalah ampunanNya. Sebab, virus tersebut bisa membuat Anda jadi gampang su’uzh zhann pada Allah SWT. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 4 ) :
Gampang Cemas, Takut dan Khawatir

ORANG yang sering merasa cemas, takut dan khawatir dalam menjalani lakon hidup di dunia ini, adalah orang yang telah terinfeksi virus penyakit hati. Disebut demikian karena, perasaan cemas, takut dan khawatir itu, telah mengubah keyakinan dan cara pandang si penderita, sehingga akhirnya berhasil membuat si penderita menjadi sangsi terhadap janji Allah. Termasuk tentang bakal datangnya pertolongan dari Tuhan Yang Sebenarnya.
Begitulah cara hawa nafsu dalam mengalihkan perhatian manusia agar menjadi lupa bersandar pada sebab kemurahan dan pertolongan Allah. Kisah Fir’aun yang takut kekuasaannya bakal tumbang, dan perjalanan Qorun --- sang trilliuner yang hidup pada zaman nabi Musa asw --- yang cemas dan khawatir kekayaannya bakal berkurang, merupakan contoh nyata tentang bagaimana hebatnya sang nafsu dalam mempengaruhi kedua tokoh munomental itu, sehingga akhirnya membuat mereka menjadi lupa diri dan tak mau tunduk pada Zat yang telah menjadikannya sebagai ’penguasa’ pada zaman itu.
***
MENURUT para salafus shalih, perasaan cemas, takut dan khawatir yang muncul pada diri seseorang itu, sebetulnya, merupakan signal dari Allah untuk mengabarkan kepada si penderita perihal telah terjadinya penurunan iman pada hati si penderita. Sebab, ujar salafus shalih, tidaklah seseorang itu menjadi cemas, takut dan khawatir, jika ia meyakini dengan teguh, bahwa Allah, Tuhan Yang Sebenarnya, adalah satu-satu Zat yang akan melindungi dan mencukupi segala keperluan hidupnya ketika di dunia ini.
Dengan kata lain, menurut salafus shalih, kalau seorang hamba itu punya keyakinan yang kokoh dalam hatinya --- bahwa jaminan Allah atas dirinya itu adalah benar adanya ---, maka mestinya ia tidak perlu merasa cemas, takut dan khawatir. Sebab, keyakinan yang kokoh itu, aslinya, bisa menjadi pemicu bagi dirinya untuk bersikap optimistik dalam hidup. Sebaliknya, jika keyakinan terhadap jaminan Allah dalam hati si penderita itu telah mengendur, maka efek negatif yang bakal muncul adalah, semangat hidupnya akan menjadi lemah.
Karena buruknya efek yang bakal timbul dari hilangnya semangat hidup itu, maka Allah kemudian berfirman di dalam surat Fushshilat ayat 30 - 31: “Sesungguhnya, orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; ... Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.”
Pertanyaannya sekarang ialah, jika Allah mau menjadi pelindung kita dalam segala urusan --- baik di dunia maupun di akhirat --- lalu mengapa kita harus menjadi cemas, takut dan khawatir? (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 5 ) :
Tidak Mau Ta’at Pada Proses

ORANG yang ta’at pada proses, biasanya, akan memilih untuk bersikap sabar. Ia tidak akan mau memaksakan kehendaknya, sekalipun sebetulnya ia bisa untuk melakukannya. Sebaliknya, orang yang tidak ta’at pada proses, cenderung akan bersikap tergesa-gesa dan serba ingin cepat selesai.
Ketika orang yang ta’at pada proses itu berada di tengah keramaian, maka ia biasanya akan memilih untuk bersikap tertib dan rela ngantri. Sedang orang yang tidak ta’at pada proses, seringkali tidak mau ngantri dan lebih menyukai memilih jalan ‘kasak-kusuk’ daripada harus tertib ikut ngantri. Itulah ciri yang melekat pada orang yang hatinya sedang sakit.
Virus penyakit hati tidak mau ta’at pada proses ini, menurut ahlul kasyaf, lebih banyak bersumber dari virus penyakit yang bernama tidak mau kalah saingan. Efek dari virus ini akan lebih berbahaya lagi, jika ia sudah berkolaborasi dengan virus penyakit hati yang bernama merasa istimewa.
Jika kedua virus itu telah menguasai hati dan pikiran manusia, maka si penderita biasanya tidak mau jika dirinya diperlakukan sama dengan makhluk yang lain. Sebab, si penderita lebih suka dan akan merasa senang kalau setiap keinginannya selalu didahulukan daripada keinginan orang banyak.
Soal apakah orang lain bakal merasa dirugikan atau tidak akibat dari adanya ‘pemaksaan’ keinginan tersebut, orang yang hatinya lagi sakit, biasanya ia tidak mau tahu. Mereka memilih untuk bersikap cuek atau pura-pura tidak tahu. Yang penting, keinginannya bisa menjadi kenyataan.
***
DALAM berbagai kesempatan, Rasulullah saw selalu mengingatkan umatnya untuk menjauhi sikap egois dan mau menang sendiri. Sebab, dalam agama Islam, sikap yang demikian itu, justru dapat membuat manusia menjadi kehilangan kasih sayang.
Jika manusia telah kehilangan kasih sayang di dalam hatinya, maka alamat ia akan menjadi manusia yang merugi. Sebab, tidak adanya kasih sayang dalam diri manusia itu, bisa menyeret manusia menjadi seorang diktator yang kejam dan haus akan darah.
Karena itulah, Rasulullah saw kemudian bersabda: ”Siapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan ingin masuk surga, maka hendaklah ia mati dalam keadaan percaya kepada Allah dan hari kemudian. Dan harus berbuat kepada sesama manusia apa yang ia suka diperbuat orang begitu.” (HR. Muslim ra dari Abdullah bin Amru bin Al-‘Ash ra). Bagaimana dengan diri Anda? (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 6 ) :
Sering Berprasangka Buruk Pada Makhluk

berprasangka buruk (su’uzh zhann) pada semua makhluk. Perbuatan satu ini, cukup popular dan seringkali dilakukan --- baik secara sadar maupun tidak sadar --- oleh orang yang hatinya sedang sakit. Misalnya su’uzh zhann ketika melihat ada orang lain tengah melakukan kerusakan. Atau bahkan su’uzh zhann pada Allah, tatkala dirinya sedang diuji dengan suatu masalah.
Dalam pandangan orang yang hatinya lagi sakit, biasanya, kerusakan yang dilakukan oleh orang lain atau masalah yang sedang dihadapinya itu, seringkali dipahami dan dilihat berdasarkan hitam-putih serta salah-benarnya perbuatan yang dilakukan oleh orang lain tersebut. Orang yang hatinya lagi sakit, umumnya, jarang melihat dan menangkap kerusakan atau masalah yang dihadapinya itu sebagai sebuah pesan ilahiah dari Allah SWT untuk dirinya.
Akibatnya, ketika melihat ada orang lain melakukan kerusakan, atau tatkala dirinya sendiri tengah di hadapkan dengan masalah, maka orang yang hatinya sedang ’diserang’ oleh virus penyakit hati itu, gampang sekali terjebak dalam perilaku su’uzh zhann. Baik kepada orang yang melakukan kerusakan maupun kepada Allah, Tuhan Yang Sebenarnya.
Hampir sebagian besar orang yang telah dikuasai virus penyakit hati, tidak sadar kalau perbuatan su’uzh zhann kepada makhluk itu, pada dasarnya, adalah sama dengan su’uzh zhann kepada Allah Azza wa Jalla. Dan celakanya lagi, virus penyakit hati yang bernama buruk sangka itu, ternyata sangat senang berada di arena perilaku su’uzh zhann itu sendiri.
Apa sebabnya? Karena, bagi virus penyakit hati, perilaku su’uzh zhann itu sendiri, merupakan ladang yang cukup menjanjikan bagi tumbuh suburnya virus penyakit hati. Semakin luas arena perilaku su’uzh zhann yang dimasuki dan dikuasai oleh virus penyakit hati, maka semakin besarlah daerah kekuasaan virus penyakit hati tersebut dalam diri manusia.
Jika daerah kekuasaan virus penyakit hati su’uzh zhann yang menyusup dalam hati dan pikiran manusia itu semakin luas, maka itu berarti ia tidak perlu repot-repot lagi untuk mempengaruhi dan memprovokasi hawa nafsu manusia agar mau berprasangka buruk pada semua makhluk. Sebab, tanpa harus diprovokasi pun, manusia sudah otomatis akan melakukannya dengan senang hati.
Karena besarnya efek negatif yang bakal muncul pada diri manusia jika mereka melakukan perbuatan su’uzh zhann, maka Allah Azza wa Jalla pun dengan tegas mengingatkan manusia dalam surat Al-Hujurat ayat 12: ”Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah perbuatan prasangka, karena sebagian besar prasangka itu adalah dosa.” (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 7 ) :
Cinta Dunia Secara Berlebihan

CINTA terhadap dunia secara berlebihan, merupakan salah satu ciri khas yang selalu melekat pada diri orang-orang yang hatinya telah dikuasai oleh virus penyakit hati. Maklum, orang yang telah terinfeksi virus penyakit hati yang bernama al-wahnu itu, biasanya, hati dan pikirannya, tak dapat berfungsi dengan baik.
Pasalnya, kalau manusia itu sudah ’dikuasai’ oleh virus al-wahnu, maka ia akan berubah menjadi orang yang tak pernah puas dengan segala urusan yang bersifat duniawi. Apapun yang telah dia peroleh, selalu saja merasa kurang. Karena memang begitulah watak virus al-wahnu. Ia selalu memompa perasaan tidak puas yang ada pada diri manusia.
Selain itu, virus al-wahnu juga sering menyemburkan api cemburu dan menyebarkan aroma keserakahan dalam hati dan pikiran manusia. Tidak peduli apakah ia rajin ibadah atau tak pernah beribadah sama sekali. Virus al-wahnu tetap saja bisa melenggang dengan leluasa guna menarik pengaruh dalam diri manusia.
Yang jelas, ujar salafus shalih, virus al-wahnu itu, jika sudah masuk dan mengembangkan sayap pengaruhnya di dalam hati dan pikiran manusia, maka ia bisa mengubah fokus perhatian si penderita dari syukur menjadi ingkar, dari ingat menjadi lupa dan dari ta’at menjadi pembangkang. Selain itu, imbuh salafus shalih, virus al-wahnu juga bisa membelokkan tujuan hidup manusia dari seharusnya beribadah kepada Allah SWT, menjadi makhluk yang suka membantah perintah Allah dan RasulNya.
Karena itulah, para ahlul kasyaf mengingatkan agar umat manusia berhati-hati dalam urusannya dengan virus al-wahnu. Sebab, kiprah virus al-wahnu itu akan sulit dikendalikan, manakala ia telah berkolaborasi dengan hawa nafsu yang selalu mengajak manusia untuk berbuat ‘makar’ pada Allah. Lantaran itu jugalah, Allah Rabbul ‘Alamin mengingatkan manusia, bahwa memperturutkan gerak nafsu dan membiarkan diri ‘dikuasai’ oleh virus al-wahnu itu adalah perbuatan yang sia-sia.
Apa sebabnya? Karena, kesenangan yang ditawarkan oleh nafsu dan virus al-wahnu itu, sifatnya tidak kekal alias hanya sementara. Perhatikan saja firmanNya dalam surat Ali-Imran ayat 197 berikut ini: Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.
Karena kesenangan yang ada di dunia ini sifatnya hanya sementara, maka barangsiapa yang menyengaja untuk menggandrungi kesenangan yang sementara itu daripada kehidupan yang abadi, mereka itu adalah termasuk orang-orang yang merugi. Bahkan dalam surat Al-Baqarah ayat 16 dan 86, Allah menyebut perbuatan yang demikian itu sebagai perbuatan sesat lantaran telah menukar nikmatnya kehidupan akhirat dengan dunia. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 8 ) :
Suka Nerabas Syari’at Agama

PADA umumnya, orang yang di dalam hatinya ada iman, pasti tidak akan berani untuk nerabas syari’at agama. Sebab, bagaimana mungkin ia akan nerabas syari’at, wong imannya selalu mengajaknya untuk melakukan amal kebajikan.
Sebaliknya, orang yang di dalam hatinya tidak ada iman, biasanya, akan merasa ringan untuk nerabas syari’at. Sebab, tidak ada ’sesuatu’ yang akan berfungsi untuk menjadi rem bagi keinginannya melakukan kerusakan. Karena itulah, tak heran jika orang-orang yang hatinya lagi sakit, tidak merasa takut dan malu untuk melakukan berbagai kerusakan di muka bumi ini. Seperti itulah ciri-ciri orang yang hatinya ada virus penyakit hati.
Bagi orang-orang yang hatinya telah terkontaminasi oleh virus penyakit hati, biasanya akan merasa sangat senang jika ia bisa melakukan perbuatan yang sebenarnya dilarang oleh agamanya. Sebaliknya, orang yang punya iman, akan merasa sangat sedih dan menyesal, manakala ia telah melanggar larangan Allah dan RasulNya, meskipun baru bersifat sebuah lintasan atau baru berupa rencana (jadi belum diwujudkan) di dalam hati maupun pikirannya.
Orang yang hatinya lagi sakit, biasanya tidak akan merasa sedih --- apalagi kecewa --- jika ia tidak bisa melakukan amal kebajikan yang telah diperintahkan oleh Allah dan RasulNya. Sebaliknya, ia justru merasa ’bangga’ dan merasa istimewa lantaran melanggar larangan syari’at tanpa menuai resiko atau akibat dari perbuatan yang telah ia lakukan ketika masih berada di dunia ini.
Padahal, aslinya, kata ahlul kasyaf, perintah dan larangan itu merupakan kewajiban bagi manusia untuk dikerjakan. Sebab, kedudukannya sebagai suatu kewajiban. Begitu pula halnya dengan larangan. Ia wajib ditinggalkan. Karena larangan itu pun, pada dasarnya adalah, suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh manusia. Terlepas apakah dia suka atau tidak suka.
Terkait dengan hal itulah, dalam surat Al-Insaan ayat 2-3, Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya … Kami hendak menguji (manusia) dengan perintah dan larangan. Karena itu, Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya, Kami telah menunjukinya jalan yang lurus. Ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir” (Qs. 76: 2-3)
Jika kita perhatikan dengan seksama firman Allah dalam surat Al-Insaan ayat 2-3 di atas, maka nampak sangat jelas, betapa Maha Bijaknya Allah terhadap semua makhluk ciptaanNya. Buktinya, meskipun Allah sudah tahu bahwa manusia --- sebagai makhluk ciptaanNya itu --- tidak akan mungkin mampu melaksanakan perintah dan laranganNya, tapi Dia masih tetap memberi kesempatan bagi manusia untuk berusaha. Persoalannya, kita mau atau tidak, mempraktikkan firman Allah tersebut? Bukan bisa atau tidak bisa. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 9 ) :
Tidak Punya Semangat Beribadah

JIKA dalam kondisi normal, orang yang perutnya tengah lapar, itu berarti perutnya perlu diisi makanan. Jika orang yang diserang rasa lapar itu tidak mau memakan sesuatu, maka berarti orang tersebut dalam kondisi sedang sakit. Disebut demikian karena, ia telah menyalahi ’aturan’ umum. Wong sudah waktunya untuk makan, tapi ia tidak mau makan. Itulah di antara tanda-tanda orang yang sedang menderita sakit jasmani.
Sedang untuk mengetahui apakah orang tersebut ruhaninya lagi sakit alias ada virus penyakit hatinya atau tidak, dapat dilihat dari sisi keta’atannya dalam menjalankan perintah agama. Jika waktunya salat, ia tidak salat, maka berarti ada sesuatu yang ’tidak beres’ pada diri orang tersebut.
Jelas-jelas harta yang ada di rumahnya dalam kondisi berlimpah ruah, tapi ketika ada orang yang datang untuk minta sedekah atau minta bantuan, ia tidak mau mengeluarkan sebagian (ingat, hanya sebagian, bukan keseluruhan) dari rezeki yang ada di dalam rumahnya, maka berarti orang tersebut, ruhaninya sedang sakit. Itulah ciri yang paling gampang untuk mengenali apakah di dalam diri kita ada virus penyakitnya atau tidak.
Menurut para salafus shalih, orang yang hatinya bersih dari virus penyakit hati, biasanya, selalu bersemangat dalam melakukan amal kebajikan. Ia tidak akan memikirkan, apakah amal kebajikan yang akan ia lakukan saat itu bakal diketahui oleh orang banyak atau tidak. Yang penting, ia akan terus melakukan amal kebajikan, meskipun orang lain tidak mengetahuinya.
Malah sebaliknya, ujar salafus shalih, orang yang hatinya mencorong itu, selalu berusaha mengerjakan amal kebajikan secara sembunyi-sembunyi. Ia tidak ingin pahala amal kebajikannya menjadi luntur hanya karena kesusupan nafsu riya’ atau nafsu merasa bisa dan nafsu merasa mampu untuk melakukan amal kebajikan. Pendek kata, orang yang hatinya dipenuhi kecintaan kepada Allah dan RasulNya, ia tidak akan melewatkan kesempatan tersebut untuk melakukan amal kebajikan.
Sedang orang yang hatinya telah ’dikuasai’ oleh virus penyakit hati, justru akan memilih untuk menjauh dari arena kebajikan. Kalau pun, misalnya, ia melakukan sesuatu perbuatan yang kemudian termasuk dalam kategori amal kebajikan, maka niatnya bukanlah karena ia merasa senang kepada Allah dan RasulNya. Melainkan karena ia ingin mendapat pujian, atau karena ia merasa malu lantaran takut dianggap sebagai orang yang pelit, kikir dan bakhil.
Bagaimana dengan Anda? Apakah ciri-ciri itu ada di dalam diri Anda? Jika ada, maka segeralah bertobat. Mintalah ampunanNya. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 10 ) :
Serba Tergesa-gesa & Tidak Waspada

SALAH satu ciri orang yang hatinya ada virus penyakit hati adalah, ia sering bersikap tergesa-gesa dan tidak waspada dalam hidupnya. Sikap tergesa-gesa, biasanya, berkaitan erat dengan masalah waktu dari sebuah proses yang sedang terjadi. Sedang tidak waspada berkaitan dengan masalah keseriusan dalam menjalani sebuah proses yang tengah bergulir. Akibat serba tergesa-gesa, akhirnya membuat orang menjadi tidak waspada terhadap segala kemungkinan yang bakal muncul.
Menurut para ahlul kasyaf, orang yang tergesa-gesa itu, acapkali tidak bisa menguasai dan mengendalikan tingkat emosinya. Jika emosi seseorang itu sudah sulit untuk dikendalikan, maka dapat dipastikan, orang tersebut cenderung menjadi kurang begitu waspada.
Yang jelas, kata ahlul kasyaf, orang yang hidupnya serba tergesa-gesa itu, sama artinya dengan tidak percaya dengan sebuah proses. Termasuk tidak percaya dan tidak yakin kalau Allah, Tuhan Yang Sebenarnya, adalah Zat yang mengendalikan dan menentukan segala kejadian yang ada di muka bumi ini.
Buntut dari sikap hidup serba tergesa-gesa ini adalah, manusia akan menjadi lupa pada Allah, Zat yang telah menciptakannya dari ’tidak ada’ menjadi ’ada’. Pasalnya kenapa? Karena, orang yang tergesa-gesa itu, biasanya, lebih banyak mengandalkan kemampuan dirinya daripada mengandalkan pada sebab kemurahan dan pertolongan Allah Azza wa Jalla.
Selain itu, ujar ahlul kasyaf, orang yang tergesa-gesa itu, sama saja seperti orang yang ingin memaksakan kehendaknya di atas kehendak dan ketetapan Allah Rabbul ’Alamin. Karena itu, Rasulullah saw dalam sebuah kesempatan pernah mengingatkan para sahabatnya agar menjauhi perbuatan tergesa-gesa. Sebab, tergesa-gesa itu merupakan sifatnya setan. Oleh karena itu, barang siapa yang sering bersikap tergesa-gesa dalam hidupnya, maka berarti ia telah mengikuti sifatnya setan.
Allah sendiri dalam surat Al-Israa’ ayat 11, telah berfirman: ”Dan adalah manusia itu bersifat tergesa-gesa.“ Bahkan, dalam surat Al-Anbiyaa’ ayat 37, Allah telah menegaskan pada manusia dengan mengatakan: “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.”
Terkait dengan firman Allah itulah, maka ada baiknya jika mulai sekarang kita mencoba belajar hidup bersahaja. Artinya, mengerjakan ibadah dengan rasa senang dan menjalani hidup apa adanya. Tujuannya, tidak lain adalah, agar kita tidak ’menyerobot’ kekuasaan Allah Rabbul ’Izzati. (Firman)


Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 11 ) :
Tidak Sabar Dengan Proses

SETIAP kejadian, pastilah ada sebabnya. Tidak mungkin sesuatu itu terjadi, tanpa adanya sebab yang mendahului. Yang demikian itu adalah sunnatullah, atau yang lebih dikenal dengan istilah hukum causalitas. Suka atau tidak suka, begitulah hukum yang telah ditetapkanNya. Manusia hanya tinggal menjalaninya saja.
Siapa yang berbuat kebajikan, maka ia akan menuai pahala. Sebaliknya, siapa yang berbuat kejelekan dan kerusakan di muka bumi ini, sekecil apapun perbuatan tersebut, maka ia pun akan mendapat ganjaran berupa hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang telah dia lakukan sebelumnya. Hukuman yang bakal diterimanya itu, tentu saja, bisa terjadi di dunia ini maupun di akhirat nanti.
Karena itulah, menurut salafus shalih, tidak ada orang yang bisa mendahului sebuah kejadian, sebelum adanya ketetapan dari Allah Azza wa Jalla. Begitu pula halnya dengan peristiwa yang bakal dialami oleh manusia di muka bumi ini. Jika Allah belum menghendaki dan mengijinkannya, maka tak satu pun ada makhluk yang dapat memaksakan kehendaknya agar peristiwa tersebut segera terjadi.
Dalam perspektif pemberlakuan hukum causalitas itulah, para pejalan ruhani dianjurkan untuk senantiasa berhati-hati dan selalu waspada dalam menyikapi berbagai peristiwa dan kejadian yang ada di sekitarnya. Sebab, menurut ahlul kasyaf, setiap peristiwa atau kejadian yang ada di sekitar kita itu, aslinya, pasti ada hubungannya dengan diri kita.
Lantaran itulah, kata ahlul kasyaf, barang siapa yang ingin melakukan amal kebajikan di muka bumi, maka ia perlu berhati-hati dalam menyikapi keinginan yang muncul dalam hati dan pikirannya sendiri. Sebab, kalau sampai tidak berhati-hati, maka sangat boleh jadi, ia nanti akan terperosok ke dalam jurang prasangka buruk kepada Allah.
Apalagi jika, misalnya, keinginannya saat itu belum bisa menjadi sebuah kenyataan, maka situasi tersebut akan menjadi peluang yang baik bagi masuknya virus penyakit hati. Yaitu virus tidak sabar dalam menjalani proses menuju kebajikan. Itulah di antara ciri orang yang hatinya lagi sakit.
Karena manusia banyak yang kurang sabar dalam proses itulah, maka Allah telah berfirman di dalam surat Al-Insaan ayat 30: ”Dan kamu tidak akan mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Maka itu, berhati-hatilah. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 12 ) :
Sering Lari dari Kenyataan

ORANG yang sering lari dari kenyataan, merupakan ciri-ciri orang yang telah terkena virus penyakit hati. Sebab, virus penyakit hati yang bersumber dari virus yang bernama tidak mau bertanggungjawab itu, senang sekali membujuk hawa nafsu manusia agar mau bersikap masa bodoh dengan permasalahan yang ada di hadapannya. Padahal, sangat boleh jadi, permasalahan yang muncul itu, aslinya, bukanlah karena orang lain. Tetapi karena ulahnya sendiri.
Menurut salafus shalih, virus tak mau bertanggungjawab itu, biasanya muncul ketika manusia di hadapkan dengan permasalahan yang membutuhkan adanya pertanggungjawaban. Karena bakal adanya pertanggungjawaban itulah, maka virus tersebut muncul di dalam hati dan pikiran manusia, sembari menebarkan berbagai alternatif alibi untuk diikuti oleh manusia agar bisa lepas dari tanggung jawab.
Dengan menyuntikkan alas an, misalnya, karena tidak ingin pusing dalam menghadapi sebuah masalah, atau dengan alasan karena belum punya jalan keluar, virus penyakit hati yang bernama tidak mau bertanggungjawab itu, membujuk manusia untuk melakukan berbagai tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Misalnya melakukan kebohongan, menipu dan menyebarkan fitnah guna mengalihkan perhatian banyak orang agar tidak fokus dengan permasalahan yang sedang dihadapinya.
***
SEDANG menurut ahlul kasyaf, apa yang telah dilakukan oleh virus penyakit hati yang bernama tidak mau bertanggungjawab itu pada diri manusia, sesungguhnya bertujuan untuk menyeret manusia agar masuk ke dalam lembah kegelapan. Pasalnya, jika manusia sudah berada dibawah kendalinya, maka tak ada tempat bagi manusia untuk bisa ingat kepada Allah.
Sebabnya kenapa? Karena, salah satu target yang ingin dicapai oleh virus bernama tidak mau bertanggungjawab itu dalam menginvasi manusia adalah, ia ingin membuat manusia agar menjadi lupa tentang masalah hari akhir (kiamat). Kalau manusia sampai tak mengindahkan babagan hari akhir, maka hal itu bisa berakibat bakal tercerabutnya rasa takut manusia kepada Allah yang telah menciptakannya di muka bumi ini.
”Jika seseorang itu sudah tidak takut lagi kepada Allah yang telah berjanji akan memintai pertanggungjawaban setiap makhluk yang telah diciptakanNya di muka bumi ini, maka alamat ia akan selalu melakukan berbagai kerusakan dan kemaksiatan. Orang yang demikian itu, jelas sangat berbahaya bagi makhluk lainnya,” ujar salafus shalih. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 13 ) :
Ingin Enaknya Sendiri & Tak Mau Susah

ASLINYA, tak ada yang gratis dalam hidup ini. Sebab, semua ada syaratnya dan ada aturannya. Demikianlah hukum yang berlaku di dunia ini. Jika manusia ingin memiliki sesuatu, maka ia harus berusaha terlebih dahulu. Sebab, begitulah peraturannya. Kalau manusia tak mau berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh apa yang dia inginkan, maka jangan harap ia bakal memperolehnya.
Demikian juga halnya dengan urusan akhirat. Jika manusia ingin masuk surga, maka banyak persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Diantaranya adalah: amal ibadah yang dikerjakannya haruslah amal ibadah yang disenangi dan diterima oleh Allah. Sebab, yang punya surga adalah Allah, Tuhan Yang Sebenarnya.
Suka atau tidak suka, jika manusia ingin masuk ke dalam surgaNya, maka manusia tersebut harus mau patuh pada setiap kehendakNya. Termasuk tidak protes, jika suatu ketika, misalnya, Allah meletakkan dirinya berada di dalam lumpur kesesatan atau berada dalam situasi yang tidak mengenakkan hati.
Jika, misalnya, yang demikian itu merupakan syarat pokok, maka mau bagaimana lagi? Apakah mungkin manusia bisa menukar persyaratan yang telah ditetapkan oleh Allah tersebut? Di ranah inilah, tidak sedikit para pejalan ruhani yang seringkali terjebak dan tergelincir dalam prasangka buruk kepada Allah.
Ketika diletakkan Allah di tempat yang tidak menyenangkan, ia malah protes kepada Allah. Alasannya, karena di tempat tersebut ia merasa malu. Atau karena alasan jenis pekerjaan yang bakal dia tangani di tempat tersebut, terlalu berat, sehingga ia merasa tidak mampu untuk menjalaninya.
Ujung-ujungnya, ia malah ’menuding’ Allah telah berlaku tidak adil pada dirinya. Padahal, sebetulnya, Allah justru lebih senang jika sang hamba tersebut berada di tempat yang tak mengenakkan hati itu. Pasalnya, di tempat yang tak menyenangkan itu, ternyata sang hamba justru lebih sering menyebut-nyebut namaNya. Sebaliknya, tatkala ia diletakkan di tempat yang penuh dengan kenikmatan, ia malah kufur dan tak mau bersyukur kepadaNya.
Karena itulah, para ahlul kasyaf sering menasihati para pejalan ruhani agar menghindari kebiasaan suka protes kepada Allah. Terutama ketika ia berada dalam situasi yang kurang kondusif. ”Kalau manusia sampai berani ’menuding’ Allah sebagai sumber penyebab dari munculnya situasi yang kurang kondusif itu, maka berarti manusia tersebut sudah keterlaluan. Maunya enak, tapi tidak mau susah. Maunya masuk surga, tapi tidak mau beramal. Takut mati, tapi tak mau beribadah. Itulah ciri orang yang hatinya sedang sakit,” ujar ahlul kasyaf. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 14 ) :
Sering Merasa Dirinya Istimewa

MERASA istimewa di hadapan semua makhluk, merupakan salah satu ciri virus penyakit hati. Virus ini, seringkali menyerang orang-orang yang berasal dari keluarga berada atau orang yang punya kedudukan. Caranya adalah, dengan mempengaruhi si penderita untuk berlaku semena-mena dan membujuk si penderita untuk berlindung pada kebesaran dan kekuasaan yang ada di dalam keluarganya.
Begitulah cara virus penyakit hati merasa istimewa dalam mengalihkan keta’atan kepada Allah menjadi ta’at dan bangga dengan kebesaran nafsu duniawi yang bercokol di dalam hati dan pikirannya. Padahal, aslinya, semua makhluk di hadapan Allah itu sama. Yaitu, sama-sama ciptaan Allah, Tuhan Yang Sebenarnya. Kalau pun ada sesuatu yang membuatnya menjadi berbeda di hadapan Allah adalah, soal tingkat ketakwaannya kepada Allah.
Allah SWT sendiri telah berfirman di dalam surat Al-Hujuraat ayat 13, yaitu: “… Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah, orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa, jika kita tidak bisa menggapai derajat taqwa, maka itu berarti kita tidak akan mendapatkan kemuliaan dari Allah. Sedangkan kemuliaan itu sendiri, adalah mutlak milik Allah Rabbul ‘Izzati. Lalu bagaimana caranya agar kita bisa menjadi seorang hamba yang bertaqwa kepada Allah? Apa yang harus kita lakukan? Inilah pertanyaan yang menjadi ‘PR’ bagi kita bersama.
Sesungguhnyalah, untuk bisa menggapai derajat taqwa tersebut, bukanlah hal yang mudah untuk kita lakukan. Tanpa adanya kemurahan dari Allah dan pertolongan barakah dari para Kekasih Allah, niscaya kita tidak akan mungkin bisa mencapai derajat taqwa.
Untuk bisa mencapai derajat taqwa, kita dituntut dan diperintahkan oleh Allah, untuk belajar mendahulukan setiap kehendakNya di atas kehendak hawa nafsu kita sendiri. Jelas, ini bukanlah perkara yang mudah. Apalagi untuk orang seperti kita yang hidup di era serba canggih dan serba modern seperti sekarang ini. Sungguh memang tidak mudah.
Meski demikian, bukan berarti lalu kita tidak perlu berbuat sesuatu, atau menjadikan ketidakmudahan itu sendiri sebagai alasan pembenar (justifikasi) bagi kita untuk tidak mau berikhtiar atau berjuang guna menjadi seorang insan yang bertaqwa. Justru karena tidak mudah itulah, kita diberi kesempatan yang luas oleh Allah, untuk beribadah secara sungguh-sungguh. (Firman)


Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 15 ) :
Merasa Bisa Melakukan Sesuatu

CIRI-CIRI lain untuk mengetahui apakah kita telah terjangkit virus penyakit hati atau tidak, bisa dilihat dari bagaimana cara kita dalam melakukan sesuatu perbuatan. Apakah kita melakukan sebuah pekerjaan atau amal kebajikan itu, misalnya, karena kita merasa bisa, atau karena kita mengakui bahwa bisanya kita itu jalaran adanya kemurahan dan pertolongan Allah?
Orang yang hatinya lagi sakit, biasanya, tidak mau mengakui bahwa ia bisa melakukan amal kebajikan itu karena adanya pertolongan Allah atas dirinya. Apalagi jika berkaitan dengan masalah bagaimana caranya agar bisa mendapat rezeki. Orang yang terkena virus penyakit hati bernama merasa bisa ini, biasanya menganggap rezeki yang dia peroleh itu, bukan karena adanya kemurahan dan pertolongan dari Allah. Melainkan karena hasil dari kerja kerasnya.
Padahal, menurut ahlul kasyaf, aslinya, kita ini tidak bisa berbuat apa-apa, jika tidak ada kemurahan dan pertolongan dari Allah SWT. Kita tak ubahnya seperti sebuah patung. Allah-lah yang telah membuat kita sehingga bisa melakukan sesuatu pekerjaan atau perbuatan di muka bumi ini. Allah jugalah yang telah menggerakkan kita untuk beribadah, berdzikir, berbicara, berpikir dan berkarya. Inilah yang acapkali kita lupakan dalam perjalanan hidup kita sehari-hari.
Kita lupa untuk berterima kasih, dan lupa untuk mengembalikan kekuasaan Allah yang telah ‘dititipkan’ kepada kita. Bahkan, tak jarang, kita malah seringkali ‘mengaku-ngaku’ sebagai orang yang mempunyai kemampuan. Padahal, sesungguhnya, yang membuat kita bisa menjadi seolah-olah mampu itu, adalah mutlak karena adanya sebab kemurahan Allah, dan karena adanya sebab pertolongan barakah dari para kekasih Allah SWT.
Akibat dari kelalaian kita itu, kita terkadang tanpa sadar, seringkali justru menjerumuskan diri kita sendiri masuk ke dalam lembah, tempat berkumpulnya virus penyakit hati. Yaitu virus penyakit hati merasa bisa. Atau dalam bahasa Jawanya dikenal dengan istilah rumongso. Virus penyakit hati rumongso bisa ini, jika kita biarkan tumbuh-kembang dalam diri kita, sungguh sangat berbahaya. Sebab, virus penyakit hati rumongso bisa ini, dapat membuat kita menjadi tidak kenal dengan Allah dan RasulNya.
Pasalnya, virus penyakit hati rumongso bisa ini, acapkali menghilangkan ‘peran’ Allah dalam perjalanan hidup kita sendiri. Baik itu kita sadari ataupun tidak kita sadari. Yang aplikasinya dalam kehidupan kita sehari-hari, nampak sangat jelas pada sikap hidup dan perilaku kita yang tidak mau kalah saingan, merasa istimewa, merasa benar, merasa mampu, merasa tahu dan merasa kuasa. (Firman)


Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 16 ) :
Sombong Karena Merasa Bisa

VIRUS penyakit hati bernama rumongso bisa yang sering ‘menyerang’ benteng pertahanan paling dalam dari keyakinan manusia kepada Allah ‘Azza wa Jalla, jika dibiarkan, bisa membuat kita menjadi tidak mau mengakui, bahwa yang membuat kita bisa melakukan sesuatu perbuatan itu, adalah karena adanya kemurahan Allah, dan sebab adanya pertolongan barakah dari kekasihNya. Virus inilah yang acapkali membuat manusia akhirnya menjadi sombong, karena merasa bisa melakukan sesuatu.
Padahal, dalam surat Al-Insaan ayat 30, Allah SWT telah berfirman: “Dan kamu tidak akan mampu (menempuh jalan itu, atau melakukan sesuatu perbuatan di muka bumi), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya, Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dari ayat tersebut, jelaslah sudah bagaimana kekuasaan Allah atas kehidupan ini. Tak ada satu makhluk pun di muka bumi ini yang bisa melakukan sesuatu aktivitas, tanpa atas seijin Allah SWT. Jika demikian adanya, lalu mengapa manusia seringkali memilih untuk bersikap sombong di hadapan Allah dan sesama makhluk ciptaanNya yang ada di muka bumi ini?
Padahal kita tahu, bahwa bersikap sombong itu adalah salah satu perbuatan yang paling tidak disukai oleh Allah. Sebagaimana yang terdapat di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim ra dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Nabi Muhammad saw telah bersabda : “Tidak akan masuk surga, barang siapa yang di dalam hatinya ada penyakit sombong, meskipun hanya seberat dzarrah (atom yang paling kecil).”
Jika kita resapi dengan hati yang bersih, peringatan yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw tersebut, merupakan syarat pokok untuk kita bisa masuk ke dalam surga. Artinya, jika syarat pokok itu tidak kita penuhi, maka itu berarti, kita tidak akan mungkin bisa masuk surga. Sedang untuk bisa memenuhi syarat pokok tersebut --- yaitu menghilangkan sikap sombong dari dalam diri kita --- sungguh tidak mudah.
Jangankan untuk menghilangkan. Sekedar untuk mengerem keinginan nafsu kita sendiri agar tidak bersikap sombong saja, aslinya kita tidak bisa. Jangan kan dengan cara mengandalkan kemampuan diri. Dengan bersandar pada sebab pertolongan dan kemurahan dari Allah SWT saja, perjalanan kita untuk bisa lepas dari perangkap sombong itu sendiri, terkadang masih sering kita lalui dengan cara berprasangka buruk kepada Allah. Persoalan inilah yang terkadang jarang kita perhatikan dengan sungguh-sungguh. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 17 ) :
Tidak Percaya Adanya Pertolongan

ORANG yang sering diuji terus-menerus oleh Allah, jika ia betul-betul bisa lapang dada dalam menerima ujian tersebut, maka insya Allah, ia kelak akan menjadi seorang hamba yang sabar. Sebab, aslinya, ujian yang ‘dihadiahi’ oleh Allah untuk hambaNya itu, adalah salah satu cara Allah dalam mengangkat dan memuliakan hambaNya.
Allah SWT sendiri dalam surat Al-Baqarah ayat 155 telah berfirman: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Dari ayat di atas, nampak sangat jelas, bagaimana kurikulum materi ujian yang bakal dihadapi manusia di muka bumi ini. Yaitu, dia akan diuji dengan adanya rasa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Tujuan Allah menguji manusia dengan cara seperti itu tidak lain adalah, karena Allah ingin mengetahui, seberapa tinggi kadar iman kita kepadaNya.
Termasuk, sudah barang tentu, Allah juga ingin tahu, apakah kita bisa bersabar dalam menjalani ujian tersebut atau tidak? Di samping, Allah juga ingin melihat, apakah kita betul-betul yakin atau tidak tentang adanya pertolongan dari Allah Azza wa Jalla. Perhatikan saja bagaimana firmanNya berikut ini:
”Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya, kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Qs. 29: 2-3)
Menurut ahlul kasyaf, apa yang telah dilakukan oleh Allah kepada hambaNya itu, aslinya, tidak lain adalah, karena Allah sayang pada hamba-hambaNya. Dia betul-betul menginginkan agar manusia bisa selamat di dunia maupun di akhirat nanti. Jika demikian, lalu mengapa kita seringkali bersedih hati ketika petugasNya datang mengirimkan materi ujian untuk kita jalani?
Sebaliknya, orang yang tidak bisa berlapang dada alias tidak terima dengan apa yang telah dilakukan oleh Allah atas dirinya, maka orang yang demikian itu, gampang sekali tertular virus penyakit hati tidak percaya adanya pertolongan dari Allah. Virus satu ini, menurut para mubarak, sering mengajak nafsu manusia untuk putus asa dalam menghadapi ujian, yang aslinya adalah untuk kebaikan bagi manusia itu sendiri.
Lantaran itulah, para salafus shalih mengatakan, orang yang tidak percaya dan tidak yakin kalau pertolongan dari Allah atas dirinya pasti akan datang, maka orang yang demikian itu adalah orang yang hatinya sedang sakit. Sebab, tidak percaya bakal adanya pertolongan dari Allah, merupakan ciri orang yang hatinya lagi ada virus penyakit hati. Yaitu virus putus asa dari rahmat Allah. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 18 ) :
Suka Menisbatkan Sebab Kesalahan

ORANG yang di dalam hatinya ada virus penyakit hati, jika melakukan pelanggaran syari’at, biasanya, ia tidak mau mengaku salah. Ia justru berusaha mencari kambing hitam dan menisbatkan sebab kesalahannya pada orang lain. Itulah salah satu ciri orang yang hatinya lagi sakit.
Mengapa orang yang hatinya lagi sakit itu suka menisbatkan sebab kesalahannya kepada orang lain? Karena, orang yang telah terkontaminasi virus penyakit hati yang bernama virus merasa benar dan virus merasa suci ini, menganggap dirinya selalu benar.
Memang seperti itulah cara kerja virus merasa benar dan virus merasa suci dalam menyuntikkan pengaruhnya ke dalam hati dan pikiran si penderita. Ia selalu berusaha meniupkan perasaan merasa benar kepada nafsu si penderita. Tujuannya adalah, untuk membuat si penderita agar semakin menjauh dari jalan kebenaran.
Menurut ahlul bashar, orang yang telah diperangkap oleh virus merasa benar dan virus merasa suci ini, biasanya tidak bisa melihat kesalahan dirinya sendiri. Sebab, mata dan hatinya telah tertutup oleh hijab yang membuatnya menjadi tak bisa melihat dengan jelas tentang salah dan benar.
Selain itu, lanjut ahlul bashar, orang yang telah dikuasai oleh virus merasa benar dan virus merasa suci ini, lebih senang menyibukkan diri mengoreksi kesalahan orang lain daripada mengadili dirinya sendiri. Termasuk, senang mengalihkan kesalahan dirinya kepada orang lain. Yang demikian itu ia lakukan, karena ia merasa tidak punya kesalahan.
Ibarat pepatah mengatakan, semut di seberang pulau terlihat dengan jelas, sedang gajah di pelupuk mata, tak nampak. Begitulah ciri orang-orang yang telah terjangkiti virus penyakit hati suka menisbatkan sebab kesalahan kepada orang lain yang bersumber dari virus merasa benar dan merasa suci.
Karena kiprah virus merasa benar dan merasa suci itu seringkali ’mengelabuhi’ mata, hati dan pikiran para pejalan ruhani, maka para ahlul kasyaf menyarankan agar para pejalan ruhani tidak perlu merasa malu untuk mengaku salah di hadapan Allah Rabbul ’Izzati. Sebab, kata ahlul kasyaf, aslinya, Allah justru sangat senang jika melihat ada hambaNya yang mau mengaku salah dan meminta ampunanNya.
Tentang hal itu, Rasulullah saw sendiri pernah bersabda: “Allah lebih senang menerima tobat seorang hambaNya melebihi dari gembiranya seorang yang menemukan untanya yang telah hilang di hutan.” (HR. Bukhari – Muslim dari Anas ra.) Jika demikian, lalu mengapa kita sering menunda-nunda waktu untuk bertobat kepadaNya? (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 19 ) :
Lebih Mengutamakan Hawa Nafsu

CIRI orang yang hatinya telah terkontaminasi oleh virus penyakit hati adalah, ia lebih mengutamakan hawa nafsunya. Bentuk dzahirnya adalah, orang tersebut lebih tunduk dan patuh pada keinginan hawa nafsunya sendiri daripada tunduk dan patuh pada perintah Allah dan RasulNya.
Orang-orang ahli ibadah menyebut manusia yang tunduk pada perintah hawa nafsunya itu sebagai orang yang telah mempertuhankan hawa nafsu. Sedang para pejalan ruhani menyebutnya dengan istilah sedang dalam kerusakan. Adapun ahlul kasyaf dan ahlul bashar, menyebut manusia yang mempertuhankan hawa nafsunya itu sebagai orang-orang yang sedang terhijab.
Apa indikator untuk mengetahui bahwa seseorang itu telah mempertuhankan hawa nafsunya atau tidak? Menurut kaum ma’rifat billah, salah satu indikator sederhana untuk mengetahui apakah seseorang itu telah mempertuhankan hawa nafsunya atau tidak, bisa dilihat dari bagaimana cara orang tersebut dalam menegakkan syari’at agama. Apakah ketika dipanggil untuk menegakkan syari’at ia segera memenuhi panggilan tersebut, atau lebih suka menunda-nunda dengan berbagai alasan?
Misalnya panggilan untuk menegakkan salat. Apakah ketika mu’adzin mengumandangkan seruannya, ia langsung bergegas memenuhi panggilan tersebut atau masih berleha-leha terlebih dahulu? Ini adalah tolak ukur yang paling gampang untuk dilihat dan paling sulit untuk dipraktikkan.
Contoh paling apik tentang bagaimana sikap sahabat Nabi saw ketika mendengar seruan azan, dapat dilihat dalam tarikh yang meriwayatkan tentang kisah para sahabat Nabi. Diantaranya riwayat tentang Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Disebutkan dalam tarikh, jika beliau mendengar sahabat Bilal ra mengumandangkan azan, tubuhnya langsung bergetar dan keringat sebesar biji jangung pun keluar membasahi sekujur tubuhnya. Jika sudah seperti itu, Sayyidina Ali ra tidak lagi menghiraukan apa-apa yang ada di sekitarnya. Beliau langsung memenuhi panggilan mu’adzin.
Yang jelas, penyakit hati menuhankan hawa nafsu ini, memang sulit untuk dilihat oleh pribadi yang bersangkutan. Mungkin orang lain mudah menilainya. Hal itu disebabkan, karena sifat hawa nafsu itu sendiri suka menyamarkan diri. Ibarat bunglon, ia bisa berubah warna di manapun ia berada.
Karena itu, tak heran, jika nafsu sangat pandai berapologi. Artinya, mencari-cari alasan pembenar agar kita tetap menuruti kemauannya. Untuk bisa mengetahui penyakit yang satu ini, kita perlu banyak belajar mengasah hati kita sendiri. Sehingga, begitu ada gejala hawa nafsu akan mempertuhankan dirinya sendiri, maka sang hati dpat segera merasakannya. Dengan demikian, kita akan segera beristighfar atau memohon ampunanNya. (Firman)

Ciri – Ciri Penyakit Hati ( 20 ) :
Tidak Mau Bersyukur KepadaNya

ORANG yang tidak mau bersyukur atas segala nikmat yang telah dikaruniakan Allah pada dirinya, merupakan ciri dari perbuatan orang yang hatinya telah terkena virus penyakit hati. Wujud dari perbuatan orang yang tak mau bersyukur itu macam-macam. Diantaranya adalah, tidak terima dengan apa yang telah ia dapatkan, atau selalu merasa kurang dengan apa yang telah ia peroleh.
Begitulah wataknya nafsu. Jika setiap keinginannya selalu diikuti manusia, maka ia bisa membuat manusia menjadi tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dia peroleh. Selain itu, nafsu juga bisa membuat manusia menjadi lupa diri, manakala ia telah berkolaborasi dengan virus penyakit hati yang bernama merasa tidak pernah cukup. Virus satu ini, menurut salafus shalih, sungguh sangat berbahaya. Sebab, ia bisa merusak bangunan iman-Islam yang ada di dalam diri manusia.
Jika manusia sudah terkena pengaruh virus penyakit hati yang bernama merasa tidak pernah cukup ini, ujar para ahlul bashar, maka bisa membuat manusia menjadi tidak kenal dengan dirinya sendiri. Apalagi kenal dengan kehendak Allah, Tuhan Yang Sebenarnya. Buntut dari penyakit hati ini, kata ahlul bashar, manusia akan berubah menjadi makhluk yang ’liar’ dan sulit untuk dikendalikan. Bak seekor banteng yang ngamuk di arena pertarungan ketika ia tengah melawan seorang matador.
Mengapa manusia sampai memilih untuk tidak mau bersyukur kepada Allah SWT yang telah mengaruniainya berbagai kenikmatan hidup di dunia ini? Ada banyak sebabnya. Diantaranya, menurut ahlul kasyaf, pertama, karena manusia telah diperdaya oleh hawa nafsunya sendiri. Kedua, karena manusia serakah terhadap dunia. Ketiga, karena manusia tidak mau mengindahkan pesan-pesan agama. Keempat, karena manusia melupakan hari akhir.
”Sekiranya manusia ingat bahwa setelah hidup di dunia ini nanti, ada lagi kehidupan di akhirat yang lebih abadi, maka pastilah semua manusia akan memilih untuk banyak bersyukur daripada mengeluh. Sebab, sesungguhnyalah, syukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberiNya, kelak akan menjadi ’kendaraan’ bagi manusia untuk bisa bertemu dengan Tuhan Yang Sebenarnya,” ujar ahlul bashar.
Yang jelas, bersyukur kepada Allah itu merupakan suatu bentuk atau tanda bagi manusia untuk berterima kasih kepada Sang Pencipta. Menurut sejumlah sumber, Allah sangay senang jika rasa syukur yang diungkapkan oleh hambaNya itu tidak hanya bersifat serimonial semata. Melainkan, dimanifestasikan dalam bentuk sikap dan perbuatan. Yaitu, menjalankan apa-apa yang telah diperintahkan dan menjauhi apa yang telah dilarang oleh Allah. (Firman)

Tidak ada komentar: